Thursday, May 7, 2009

Lemuria, Atlantis dan Negara Kelima



ES Ito dalam novel pertamanya yang berjudul Negara Kelima, mengangkat mitos tentang Lemuria dan Atlantis yang dihubungankan dengan Alexander The Great dan masyarakat Sumatera Barat. Lumayan juga teori konspirasi yang dimunculkannya. Bahkan mampu menggiring saya pada kesimpulan bahwa hal tersebut sangat mungkin. Tapi setelah direnungkan secara lebih mendalam di kamat mandi, ternyata jawabannya tetap saja tidak mungkin.

Lemuria seperti yang kita ketahui adalah sebuah benua yang diyakini menghilang dari muka bumi karena tenggelam. Benua ini diperkirakan berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasific. Atau tepat disebelah selatannya India dan sebelah baratnya Sumatera. Kemungkinan nama Lemuria diambil dari temuan seorang zoologist penganut teori Darwin di akhir abad 19 yang lalu tentang penyebaran binatang mulai dari Pakistan sampai Malaysia. Pada saat itu, khalayak percaya bahwa memang ada benua yang hilang ditelan lautan. Tapi bukti terkini dari para ahli geologi menyatakan bahwa tidak terdapat formasi geologikal yang ditemukan dibawah samudera Hindia atau Pasifik yang berhubungan dengan adanya daratan yang tenggelam. Jadi kesimpulannya, kepercayaan Lemuria sebagai sebuah benua yang pernah ada dipermukaan bumi, lenyap sudah.

Bagaimana dengan Atlantis? Banyak cerita, film fiksi ilmiah sampai film kartun yang mengangkat kisah tentang Atlantis sebagai sebuah peradaban modern di masa lalu yang kemudian tenggelam ke dasar laut. Banyak ahli yang mengajukan alternative posisi Atlantis. Mulai dari sekitar Andalusia, Kreta & Santorini, Denmark, Inggris, Turki, Meksiko, Australia sampai Antartika. Itu mencakup hampir seluruh permukaan bumi.

Lain lagi ES Ito. Dia mencoba mengangkat hipotesis bahwa Atlantis terletak di kepulauan Nusantara. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa Atlantis tenggelam ke dasar laut. Pertanyaannya besarnya tentu saja kenapa atlantis bisa tennggelam? Nah, ini yang menarik. Teori yang dikemukakan adalah karena adanya pemanasan global yang membuat air laut meninggi. Pertanyaan berikutnya, mungkinkah pada sembilan ribu tahun sebelum lahirnya Nabi Isa ada pemanasan global di bumi ini? bukannya waktu itu belum ada industri dan kendaraan bermotor yang menghasilkan efek rumah kaca? Dan ingat, Plato mengatakan bahwa tenggelamnya Atlantis hanya dalam waktu satu hari satu malam, jadi pemanasan global juga terjadi dengan tiba-tiba. Ternyata jawaban yang diajukan sederhana, yaitu tenggelamnya Atlantis bukan karena pemanasan global tapi karena adanya kelusan gunung berapi purba yang sangat dahsyat sehingga permukaan tanah dibeberapa bagian turun dan menjadi laut. Ini dengan mudah dibuktikan dari kenyataan bahwa laut diantara kepulauan Nusantara tergolong dangkal, yang kemungkinan besar berasal dari daratan yang berubah menjadi laut. Tapi gunung apakah kira-kira yang dimaksud? Tak lain adalah gunung Krakatao purba.

ES Ito juga meyakini bahwa Atlantis terletak di benua Lemuria. Jadi hilangnya benua Lemuria dan Atlantis adalah satu kejadian yang sama. Terus apa kaitannya dengan Alexander The Great? Ini satu lagi teori konspirasi yang bagus dari penulis. Pada saat Lemuria dan Atlantis tenggelam, banyak penduduknya yang berhasil menyelamatkan diri ke Asia Minor bahkan sampai ke Yunani. Dan pada saat Alexander berkuasa, terbersitlah keinginannya untuk kembali mengunjungi benua lama tempat kelahiran kakek moyangnnya. Kemudian dari Babilonia dia mengirimkan ekspedisi militer ke timur untuk mencari jejak Atlantis. Dapat diduga bahwa akhirnya ekspedisi itu mendarat di pantai barat Sumatera, kemudian masuk ke pedalaman dan menjadi orang Padang sekarang. Wah, kedengarannya logis sekali.

Tapi kalau kita cermati asal muasal Atlantis, kita akan sampai pada kesimpulan lain. Atlantis pertama kali dipopulerkan oleh Plato dalam bukunya Timaeus dan Critias, yang ditulis pada tahun 360 SM. Disitu ditulis bahwa Critias menceritakan kepada Hermocrates, Socrates dan Timaeus mengenai peradaban dan tata masyarakat sempurna yang bernama Atlantis. Critias menyatakan bahwa dia mendengar kisah tersebut dari Solon, seorang penyair Yunani yang pernah berkunjung ke Mesir. Solon bercerita bahwa 9000 tahun sebelum kelahirannya, pernah hidup bangsa besar dengan peradaban yang maju. Terbentang dalam satu arah tiga ribu stadia, tetapi di tengah sekitar dua ribu stadia, dan kebanyakan terdiri dari pegunungan. Mereka membangun kanal-kanal besar menuju ke laut. Tetapi kemudian terjadi perang besar dan gempa bumi dan banjir besar yang menyebabkan seluruh Atlantis tenggelam dalam satu hari satu malam.


Jadi menurut saya, Atlantis adalah mitos yang dibuat Plato untuk mengilustrasikan teori politiknya tentang masyarakat yang beradab yang akhirnya hancur.

Wednesday, May 6, 2009

Kucing, Binatang Tak Berguna?


Pada pagi hari, kepala saya selalu dipenuhi dengan rencana untuk mengerjakan hal-hal besar sepanjang hari itu. Mulai dari waktu yang harus dialokasikan untuk membaca novel, merencanakan menu makan siang lengkap dengan perkiraan harganya, sampai renacana untuk cek situs toko buku online untuk mengetahui buku baru apa saja yang terbit. Hehehe, begitulah. Saya tidak pernah dan tidak akan pernah mikirin kerjaan di rumah. Rugi amat, kita kan dibayar untuk bekerja. Dan menurut pengertian umum, bekerja berarti sama dengan hadir di tempat kerja, meskipun tidak melakukan apa-apa. Huahahahaha…. Mungkin “ngantor” adalah istilah yang paling tepat untuk para pengangguran tak kentara ini.

Nah, pada suatu pagi yang normal seperti biasanya, firasat saya mengatakan bahwa hari itu akan berlalu dengan menyenangkan. Tetapi, tiba-tiba semuanya runtuh, buyar, hancur tak berbekas saat saya membuka pintu depan pas mau berangkat ke kantor. Penyebabnya, tak lain dan tak bukan adalah onggokan jorok dengan bau menyengat yang khas yang langsung membuat kepala pusing dan perut mual. Tau onggokan apa itu? jawabnya tai kucing…sekali lagi, tai kucing. Inilah hal nomor 2 yang paling saya benci di galaksi Bimasakti ini. Yang saya benci nomor 1 tentu saja pajak, hehehehe. Lebih menjengkelkan lagi, sampai sore hari waktu saya pulang kerja pun baunya masih ada, meskipun segala daya upaya sudah dikerahkan untuk membersihkannya.

Seharusnya kucing itu pup di teras rumah tuannya yang kebetulan tetangga sebelah rumah. Tapi mungkin dia sudah tidak kebagian tempat lagi, soalnya saya denger tetangga itu punya enam kucing. Jadi karuan aja, setiap pagi dia pasti antre dan berebut teras dengan teman-temannya sesame kucing. Jadilah dia pinjam teras sebelahnya untuk acara hajatan itu. Tidak sopan benar dia.

Yang lebih edan lagi adalah sewaktu datang musim kawin kucing. Malam-malam terdengar si betina mengeluarkan suara erangan yang terdengar bagai raungan yang mengiris dan menyayat telinga untuk menarik sang jantan. Tapi malang bagi si betina itu, bukannya pejantan tangguh gagah perkasa yang datang tapi gagang sapu yang dilempar Bu De depan rumah. Kontan aja, suara erangan berubah menjadi suara kesakitan.

Sepertinya kucing-kucing itu pada kawin diatas genteng. Ini saya ketahui bukan karena pernah mengintip, tapi karena asal suara-suara rame dari atas genteng dan beberapa genteng pada bergeser dari tempatnya semula. Tapi jangan mengira kalau suara yang terdengar adalah oh yes, oh no atau oh god, ya soalnya kaau yang itu harus di sensor,hehehehehe. Tapi kembali ke soal kucing kawin, ini bikin saya tambah pusing lagi. Soalnya nggak lama lagi si betina pasti bunting terus beranak. Dan sekali beranak langsung mrotol enam ekor. Busyet. Berarti tahun depan jumlah kucing tetangga ini ada berapa yah? Bisa dibayangkan, setiap pagi di setiap teras rumah pasti akan ditemukan tai kucing. Parahnya lagi, bisa-bisa bau tai kucing mencapai radius 1 km kesegala arah.

Saya sering heran melihat orang yang memelihara kucing. Kok bisa ya. Soalnya menurut saya kucing itu binatang yang paling tidak berguna. Coba lihat anjing, dia bisa menjaga rumah, mengusir orang yang bermaksud mencuri atau bisa menemani tuannya jogging di pagi hari. Lain lagi kalau burung, suara kicaunya pasti merdu di telinga. Tapi kalau kucing gunanya apa coba? Kerjanya tiap hari malas-malasan di sofa atau tempat tidur. Makannya harus ikan tanpa tulang, soalnya kalau ada tulangnya pasti tidak akan dimakan. Terus dia selalu ingin dielus-elus alias diberi kasih sayang. Disuruh memburu tikus? Bah mana mungkin kucing jaman sekarang berani sama tikus yang segede-gede preman itu. Yang ada malah kucingnya yang lari ngibrit karena takut. Jadi kesimpulan saya, hanya orang-orang yang kesepian dan tidak bisa mengungkapkan kasih sayang saja yang memelihara kucing.

So, apa solusi terhadap masalah tai kucing tadi? Setelah memutar otak sampai panas, akhirnya saya memutuskan untuk melaporkannya ke RT. Dan langkah saya benar, akhirnya RT menegur tetangga itu. Tak lama kemudian raungan kucing mulai jarang terdengar. Bahkan sekarang bisa dibilang tidak ada lagi. Dan pasti tidak pernah lagi ada kejadian kaget karena onggokan tai kucing di teras.

Goodbye kucing.

Tuesday, May 5, 2009

Enakan Jadi Karyawan atau Tukang Mie Ayam?


Rutinitas pagi saya di hari kerja sebagai seorang karyawan swasta, adalah bangun di pagi buta. Menghabiskan sekitar 10 menit di kamar mandi, yang dilanjutkan dengan memakai segala perlengkapan ke kantor. Mulai dari yang paling umum yaitu baju celana kaos kaki dan sepatu, sampai arloji dan parfum agar terlihat lebih keren dan berkelas. Perjalanan ke kantor kadang memakai mobil, tapi lebih sering menggunakan kopaja. Tahu sendiri kan seperti apa kondisi didalam kopaja. Panas dan berjejal ditambah bercampur aduknya segala aroma. Kalau sudah begini, saya sering merasa menyesal menyemprotkan parfum ke baju. Soalnya tidak ada gunanya karena kalah dengan aroma yang lain, hehehehe.

Begitu sampai kantor, tempat pertama yang dituju adalah deretan gerobak tenda yang menyediakan makanan khas sarapan orang kantoran. Mulai dari ujung timur berderet-deret ada mie ayam, bubur ayam, ketoprak, kacang hijau sampai gorengan dan buah segar. Untuk memudahkan biasanya saya buat bergilir. Hari senin saya mulai dari ujung yang sebelah barat sehingga tepat hari jumat saya selalu sarapan mie ayam. Penjual mie ayam ini sudah hapal selera saya. Mie tanpa saos dan kecap manis, hanya sambal.

Suatu ketika pada hari jumat yang cerah, saya mendapati penjual mie ayam belum siap dengan dagangannya. Saya temukan dia sedang menurunkan sekeranjang mie beserta sawi segar dari bagian belakang mobil kijang merahnya. Wah, hebat. Penjual mie ayam punya mobil. Tapi setelah dipikir lagi kenapa tidak. Itu hal yang sangat mungkin. Langsung saja otak saya membuat perhitungan sederhana. Harga 1 mangkuk mie ayam Rp. 6000,-. Kalau dalam sehari rata-rata dia berhasil menjual 70 mangkuk seperti yang dia katakan, maka pendapatannya adalah Rp. 420.000,-. Ini sangat mungkin soalnya ada beberapa gedung perkantoran disekitar tempatnya berjualan. Dan kalau memang benar kata orang bahwa keuntungan usaha makanan adalah 100%, maka Rp. 200.000,- sudah masuk kekantongnya sebagai keuntungan bersih. Kalau dikalikan dengan 22 hari kerja dalam sebulan, maka keuntungan bersih sebulannya adalah Rp. 4.400.000,-. Kalau melihat statistik tentang gaji yang sering dikeluarkan majalah Swa, penghasilan pedagang mie ayam ini jauh lebih besar dari pada gaji seorang sarjana fresh graduate yang baru bekerja.

Hebatnya lagi, jam kerja pedagang mie kurang lebih hanya 4 jam, yaitu dari jam 6 sampai 10 pagi. Ditambah 2 jam di sore hari untuk membeli bahan dan menyiapkan sambal. Coba bandingkan dengan jam kerja fresh graduate tadi yang katanya 8 jam sehari tapi pada kenyataanya bisa sampai 11-12 jam karena harus terlihat memiliki integritas didepan boss-nya. Dan, dia tidak perlu mengeluarkan sebagian pendapatannya untuk membeli baju dan celana kerja yang bagus di dept store seperti yang dilakukan seorang karyawan saat ada diskon besar-besaran di akhir tahun. Baju yang digunakan cukup baju koas gratis hadiah dari perusahaan saos atau kecap atau penyedap rasa. Beli parfum, tentu saja tidak pernah terlintas dipikirannya. Tak heran kalau seorang tukang bakso yang masih satu kelurahan dengan saya bisa membeli sebuah rumah dengan harga hampir 1 milyar. Bagaimana tidak, dengan penghasilan yang lumayan dan gaya hidup seadanya, pastilah dia bisa membelinya. Yang dia perlu lakukan adalah menabung.

Terus, pertanyaannya mending jadi penjual mie ayam atau karyawan? Nah kalau ini mending direnungkan masing-masing saja. Soalnya jawabnya bakalan beda-beda, apalagi kalau yang jawab orangnya pinter, wah pasti jawabannya bakalan mbulet dan bikin bingung orang lain, hehehehehehe.

Monday, May 4, 2009

Petani Kopi Sumatera Vs Starbucks


Siapa yang tidak tahu Starbucks? Tidak ada seorang pun yang mau mengakui kalau dia tidak tahu Starbucks. Minimal pura-pura tahu lah. Karena kalau ngaku tidak tahu pasti akan dianggap nggak gaul, kuper, ndeso, katrok dan sebangsanya. Pertanyaan berikutnya, apakah pernah membeli kopi di Starbucks? Kalau jawaban anda tidak pernah, jangan terus menutup tulisan ini yah. Soalnya menurut Tantowi Yahya, membaca itu bisa menambah pengetahuan. Tapi kalau yang dibaca hasil perenungan macam begini, menambah pengetahuan juga nggak yah?. Untuk menjawabnya, coba saja baca terus sampai habis, hehehehehe….

Nah, ini pertanyaan khusus untuk anda yang pernah membeli kopi di Starbucks “pernahkah anda merenungkan seperti apa proses pembuatan kopi Starbucks itu, mulai dari penanaman pohon kopi, pemetikan biji kopi, roasted sampai blended?”. Nah, ini yang seru. Setahu saya, Amerika Serikat yang merupakan negara tempat lahirnya Starbucks, tidak mempunyai kebun kopi semeter pun. So, darimana datangnya biji kopi Starbucks yang kata orang aroma dan rasanya mantap itu? Ya, tentu saja dari negara-negara perkebunan kopi yang tersebar mulai dari Amerika Selatan, Afrika, Arab, Asia sampai Oceania. Dan tidak salah lagi, Indonesia termasuk salah satu supplier terbesar yang memasok biji kopi untuk Starbucks. Starbucks memang membeli kopi dari petani di Sumatera dan Nusa Tenggara Timur. Apakah Starbuck membeli secara langsung atau memakai perantara, saya tidak tahu. Apakah membeli dengan harga tinggi atau harga rendah, kalau itu sudah pasti jawabannya, mengingat yang namanya petani dari dulu sampai sekarang tetap saja orang susah.

Coba diingat kembali, berapa harga satu cangkir kopi di Starbucks? Kata orang amerika sih cuman dua dollar. Tapi di Indonesia rata-rata harganya antara dua puluh dua ribu sampai dua puluh tujuh ribuan plus PPN 10%. Apa yang kita dapatkan dengan harga kopi selangit itu? Kalau yang jawab orang marketing, maka jawabannya pasti experience. Katanya kita tidak hanya membeli produk, tetapi membeli pengalaman minum kopi di kedai modern yang dilengkapi wi-fi. Orang-orang yang duduk disana terlihat cosmo abis dengan laptop terbuka disamping cangkir kopinya, disebelahnya tentu saja ipod yang earphone-nya menyumpal kuping. Bukankah anda juga ingin sekali ada disana?. Kalau yang ditanya adalah seorang Barista-nya Starbucks, dia akan bilang kalau Starbucks itu memiliki cita rasa kopi nomor satu, yang dihasilkan dari proses blended yang telah terbukti disukai banyak orang dari semua ras manusia, baik itu bule, negro, latin, melayu sampai chinesse. Biar dia berkulit putih, merah, hitam, kuning, sawo matang, pokoknya semua mengatakan enak.

So, seperti apa kedai kopi umumnya di Indonesia. Pasti yang terbanyang adalah gubuk bambu dengan dinding dari gedek dan atap seng. Tempat duduknya adalah kursi panjang yang bisa diduduki empat sampai lima orang. Dan kopinya, pasti cuman ada kopi tubruk hitam yang disajikan dalam gelas tinggi tebal yang ada pegangannya. Rasa kopinya ada dua, terlalu manis atau kurang gula. Rasa ini terlalu dipengaruhi oleh kondisi psikologis penjualnya. Kalau dia sedang gembira, maka rasa kopinya akan manis, tapi kalalu dia lagi sewot maka bisa dipastikan rasa kopinya bakalan amburadul.

Pertanyaan utamanya sekarang adalah tidakkah ada manusia Indonesia yang katanya jenius-jenius itu mampu melakukan sesuatu seperti Howard Schultz? Sekarang sudah banyak muncul kedai kopi lokal tapi memang belum ada yang bisa setenar Starbucks. Mudah-mudahan tiga atau lima tahun mendatang kedai-kedai kopi lokal ini sanggup sejajar dengan Starbuck. Tapi yang paling penting adalah semoga peningkatan industri perkedaian kopi mampu meningkatkan kesejahteraan petani kopi. Meskipun Starbucks mengklaim bahwa mereka telah menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk memberikan beasiswa bagi petani kopi di Sumatera, di negeri ini tetap saja petani selalu menjadi objek penderita.

Terakhir, memang harus kita akui bahwa orang bule itu ternyata lebih pintar cari duit dibanding orang Indonesia. Setuju?

Sunday, May 3, 2009

Clive Cussler’s Dirk Pitt, Batu Mulia dan Kakek


Dirk Pitt -seorang agen ala James Bond yang menjadi tokoh utama novel – novel karya Clive Cussler- dalam salah satu petualangan heroiknya harus berjuang keras untuk menghancurkan pengusaha berlian asal australia yang ingin membuat kacau balau pasar batu permata dan khususnya menjatuhkan De Beers yang merupakan pesaing utamanya. Yang membuat Dirk Pitt terlibat dalam kasus ini adalah karena adanya kematian masal pada manusia dan hewan-hewan yang ada disekitar pacific sampai antartik. Penyelidikan yang dilakukannya membawanya pada temuan bahwa penyebab semua kematian itu tak lain adalah proses penambangan permata yang dilakukan oleh pengusahan tadi.

Apa yang menarik dari cerita imajinasi Clive Cussler itu adalah betapa mahalnya harga sebuah batu berlian. Kalau mau dipandang enteng dan dipikir secara sederhana, hal ini sungguh tidak masuk akal. Bagaimana mungkin sebongkah batu bisa berharga jutaan bahkan milyaran dollar. Terlepas dari proses pencariannya yang memakan biaya besar karena menggunakan teknologi mutakhir ataupun proses pemotongannya yang menggunakan laser, saya kira persediaan permata mentah didalam tanah pasti berlimpah. Coba hitung banyaknya gunung berapi di bumi yang menjadi tempat terbentuknya batu bakal berlian itu, maka manusia tidak akan pernah kekurangan pasokan. Cuman memang De Beers beserta kartelnya yang membuat sedemikian rupa sehingga seolah-olah berlian itu sesuai yang langka dan sangat bernilai bagi manusia.

Herannya teori batu itu mahal sepertinya juga berlaku untuk almarhum kakek saya. Memang benar, beliau semasa hidupnya dulu sangat mengagumi bahkan cenderung mencintai batu. Bagaimana tidak, setiap kali melihat batu mengkilap langsung akan dipungut terus dibawa pulang. Ini sering kali terjadi pada waktu dia sedang menjala ikan di pinggiran laut selatan dekat rumah. Disela-sela mengamati ombak, mata rabunnya pasti sempat memperhatikan pasit tempatnya berpijak. Tak lama kemudian sebongkah batu sudah ada digenggamannya, diangkat tinggi-tinggi ke langit sambil kepalanya mendongak mengamati guratan dipermukaannya. Siang harinya kegiatan ini berlanjut, tapi tidak cuma sebatas mengamati saja. Sebuah botol bir besar bekas, cawan kecil berisi air bersih dan kain lap bersih telah menemaninya. Dengan posisi duduk bersila tegak mirip penganut yoga, kakek mulai menggosokan batu temuannya dengan dinding botol bir dan sesekali dilap dan dicelupkan kedalam air untuk membersihkannya. Biasanya, dengan wajah serius kakek akan menerangkan perihal batu-batu itu. Yang ini namanya batu anu, gunanya untuk membuat pemiliknya menjadi begitu. Yang itu namanya batu anu, akan membuat pemiliknya menjadi begini. Tak heran jika warisan paling berharga untuk cucu-cucunya adalah deretan batu mentah, setengah jadi, bahkan ada yang sudah jadi cincin. Tentu saja cucu-cucunya senang menerimanya, tapi suka risih kalau memakainya.

Pernah suatu kali adiknya saya pulang dari Italia dan membawakan Kakek oleh-oleh yang membuatnya sangat gembira. Oleh-oleh itu tak lain dan tak bukan adalah batu. Berbagai bentuk, berbagai warna, berbagai tekstur dan berbagai ukuran. Saya tanya adik saya dimana dia dapatkan batu-batu itu, katanya dari orang gypsi yang jualan di pinggir jalan dekat pelabuhan. Harga satu batu mulai dari dua dollar sampai 10 dollar. Saya tidak bisa menahan tawa. Gak apa-apalah yang penting yang dikasi senang.

Setelah saya ingat-ingat, tidak pernah sekalipun kakek menerangkan bahwa ada batu dengan harga yang begitu mahal yang bernama berlian. Atau mungkin dia tidak tertarik dengan batu yang satu ini. Tapi setelah dipikir lagi, jelas bukan karena harganya yang mahal yang membuat kakek tidak tertarik. Menurut saya hal ini lebih dikarenakan perbedaan dalam memberikan penilaian terhadap berharganya sesuatu batu. Dan saya yakin kakek tidak akan merasakan getaran apa-apa jika belaiau menggenggam berlian, meskipun dengan duduk bersila disertai pemusatan pikiran dan ucapan mantra-mantra. Karena memang berlian dibuat untuk memuaskan kebutuhan jasmani manusia jaman sekarang. Alias menjadi lambang gengsi bagi kaum berduit saat ini. Sedangkan bagi kakek, batu bermakna jauh lebih dalam. Menjadi pelengkap kebutuhan rohaninya dan memberikan ketentraman saat memakainya. Hmmm, bagaimana kira-kira kondisinya saat cucu saya nanti dewasa ya.