
Saya masih ingat tokoh utama dalam novel kedua ES Ito yang berjudul Rahasia Meede, meskipun novel itu saya baca sekitaran dua tahun yang lalu. Julukannya “Lalat Merah”. Sayangnya nama aslinya saya lupa. Dia seorang tentara Indonesia dari kesatuan pasukan khusus. Tugasnya semacam intelegent yang melakukan penyamaran untuk mendapatkan informasi mengenai orang-orang yang ingin melakukan makar terhadap republik ini. Dia digambarkan sebagai orang yang cerdas dan berinsting tajam. Tentu saja dia lulusan AKABRI --entah angkatan tahun berapa--, setelah sebelumnya menamatkan pendidikan tinggi di SMA Taruna Nusantara.
Agak aneh juga rasanya membaca sebuah kisah tentang hebatnya seorang tentara Indonesia. Apalagi ditengah berbagai masalah yang menimpa TNI. Mulai dari minimnya anggaran, baku tembak dengan sesama teman, penyanderaan atasan sampai jatuhnya beberapa pesawat Hercules karena tidak layak terbang. Belum lagi saat saya suatu kali berpapasan dengan seorang tentara di jalan raya. Kesannya kok jauh dari tentara yang digambarkan di novel. Dia mengendarai motor pretelan alias beberapa bagiannya tidak ada, entah terlepas entah dengan sengaja dilepas. Tidak cuma kaca spion, tapi juga penutup samping kiri kanan dan sayap belakang. Sudah gitu, seruduk seruduk sini seenaknya, dan langsung disambung dengan melanggar lampu lalulitas. Tapi oleh polisi yang sedang jaga hal ini dibiarkan saja. Mungkin awalnya si polisi mau memberikan tilang, tapi setelah melihat celana loreng dan sepatu pdl tinggi, walhasil nyali si polisi ciut juga. Dari pada cari masalah, mending biarin aja, toh masih banyak masyarakat biasa yang akan melakukan pelanggaran dan bisa ditakut-takuti dengan tilang, mungkin begitu pikirnya.
Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden bulan Juli nanti, kita tahu ada tiga orang tentara yang bersaing. Satu orang mencalonkan diri sebagai presiden (lagi) yaitu SBY, sedangkan dua orang yang lain, Prabowo dan Wiranto, sama-sama mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Setelah membaca riwayat mereka di detik.com, berulah saya mulai mempercayai bahwa ternyata banyak tentara republik ini memang cerdas dan punya kemampuan-kemampuan yang tidak kalah dengan anggota pasukan-pasukan elit dunia, seperti Navy Seal dan Ranger-nya AS atau Commandos-nya Portugal.
Coba kita lihat SBY. Dia pernah belajar di Fort Benning, AS, tempat pendadaran para Ranger. Juga pernah training Fort Bragg, pada 82nd Airborne Division. Belum lagi pendidikan jungle warfare di Panama, serta kursus senjata di Belgia dan Jerman. Memang sih, semuanya masih dalam konteks training, tapi paling tidak kita tahu bahwa tentara kita dibekali dengan keahlian-keahlian militer tingkat dunia. Dan memang benar, pada akhirnya SBY menjadi presiden sehingga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana ilmu militer yang telah dia dapatkan, apakah masih bisa dimanfaatkan oleh TNI ataukah hilang begitu saja. Mudah-mudahan saja dia sudah membaginya kepada anak buahnya.
Kalau melihat contoh SBY, seharusnya saya bisa yakin bahwa kemampuan individu tentara kita bisa diandalkan. Tapi kalau melihat kondisi peralatan pendukung militer, rasanya sedih juga. Kapal perang kebanyakan buatan tahun 1960-an, meskipun katanya mesinnya sudah pada diganti dengan turbo. Pantas saja, angkatan laut Malaysia berani mengejek dan menantang kapal perang kita adu cepat di perairan sekitar Simpadan dan Ligitan kemarin. Bagaimana dengan pesawat tempur, bah, yang ini lebih parah lagi. Musuh tidak perlu repot-repot mengejar apalagi menembak pesawat temput Indonesia, buang-buang tenaga katanya. Cukup tunggu 15 menit, pesawat itu pasti jatuh sendiri, hehehehe. Belum lagi tidak adanya keunggulan teknologi yang mendukung. Mungkinkah tentara kita punya satelit mata-mata di luar angkasa sana yang khusus digunakan untuk memantau musuh? Atau mungkin tidak punya, dengan alasan Indonesia negara cinta damai. Jadi tidak mungkin punya musuh?
Tapi sekali lagi, saya sangat yakin dengan kemampuan individu tentara kita. Mungkin belum sehebat Rambo yang bisa membasmi satu kompi Vietkong dengan mudahnya, atau sejago James Bond yang selalu melakukan aksi dengan bantuan Aston Martin, Sony Ericson, dan seabrek alat-alat canggih yang lain. Tapi novel itu sendiri sudah mewakilinya. Karena saya percaya novel itu dibuat dengan riset mendalam dan tidak semata-mata hasil imaginasi penulisnya.
Agak aneh juga rasanya membaca sebuah kisah tentang hebatnya seorang tentara Indonesia. Apalagi ditengah berbagai masalah yang menimpa TNI. Mulai dari minimnya anggaran, baku tembak dengan sesama teman, penyanderaan atasan sampai jatuhnya beberapa pesawat Hercules karena tidak layak terbang. Belum lagi saat saya suatu kali berpapasan dengan seorang tentara di jalan raya. Kesannya kok jauh dari tentara yang digambarkan di novel. Dia mengendarai motor pretelan alias beberapa bagiannya tidak ada, entah terlepas entah dengan sengaja dilepas. Tidak cuma kaca spion, tapi juga penutup samping kiri kanan dan sayap belakang. Sudah gitu, seruduk seruduk sini seenaknya, dan langsung disambung dengan melanggar lampu lalulitas. Tapi oleh polisi yang sedang jaga hal ini dibiarkan saja. Mungkin awalnya si polisi mau memberikan tilang, tapi setelah melihat celana loreng dan sepatu pdl tinggi, walhasil nyali si polisi ciut juga. Dari pada cari masalah, mending biarin aja, toh masih banyak masyarakat biasa yang akan melakukan pelanggaran dan bisa ditakut-takuti dengan tilang, mungkin begitu pikirnya.
Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden bulan Juli nanti, kita tahu ada tiga orang tentara yang bersaing. Satu orang mencalonkan diri sebagai presiden (lagi) yaitu SBY, sedangkan dua orang yang lain, Prabowo dan Wiranto, sama-sama mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Setelah membaca riwayat mereka di detik.com, berulah saya mulai mempercayai bahwa ternyata banyak tentara republik ini memang cerdas dan punya kemampuan-kemampuan yang tidak kalah dengan anggota pasukan-pasukan elit dunia, seperti Navy Seal dan Ranger-nya AS atau Commandos-nya Portugal.
Coba kita lihat SBY. Dia pernah belajar di Fort Benning, AS, tempat pendadaran para Ranger. Juga pernah training Fort Bragg, pada 82nd Airborne Division. Belum lagi pendidikan jungle warfare di Panama, serta kursus senjata di Belgia dan Jerman. Memang sih, semuanya masih dalam konteks training, tapi paling tidak kita tahu bahwa tentara kita dibekali dengan keahlian-keahlian militer tingkat dunia. Dan memang benar, pada akhirnya SBY menjadi presiden sehingga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana ilmu militer yang telah dia dapatkan, apakah masih bisa dimanfaatkan oleh TNI ataukah hilang begitu saja. Mudah-mudahan saja dia sudah membaginya kepada anak buahnya.
Kalau melihat contoh SBY, seharusnya saya bisa yakin bahwa kemampuan individu tentara kita bisa diandalkan. Tapi kalau melihat kondisi peralatan pendukung militer, rasanya sedih juga. Kapal perang kebanyakan buatan tahun 1960-an, meskipun katanya mesinnya sudah pada diganti dengan turbo. Pantas saja, angkatan laut Malaysia berani mengejek dan menantang kapal perang kita adu cepat di perairan sekitar Simpadan dan Ligitan kemarin. Bagaimana dengan pesawat tempur, bah, yang ini lebih parah lagi. Musuh tidak perlu repot-repot mengejar apalagi menembak pesawat temput Indonesia, buang-buang tenaga katanya. Cukup tunggu 15 menit, pesawat itu pasti jatuh sendiri, hehehehe. Belum lagi tidak adanya keunggulan teknologi yang mendukung. Mungkinkah tentara kita punya satelit mata-mata di luar angkasa sana yang khusus digunakan untuk memantau musuh? Atau mungkin tidak punya, dengan alasan Indonesia negara cinta damai. Jadi tidak mungkin punya musuh?
Tapi sekali lagi, saya sangat yakin dengan kemampuan individu tentara kita. Mungkin belum sehebat Rambo yang bisa membasmi satu kompi Vietkong dengan mudahnya, atau sejago James Bond yang selalu melakukan aksi dengan bantuan Aston Martin, Sony Ericson, dan seabrek alat-alat canggih yang lain. Tapi novel itu sendiri sudah mewakilinya. Karena saya percaya novel itu dibuat dengan riset mendalam dan tidak semata-mata hasil imaginasi penulisnya.